Perpanjangan SIM Disebut Menyengsarakan Rakyat
Jakarta, CNN Indonesia —
Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat, Benny K. Harman, dalam pertemuan kerja dengan Korlantas Polri, mengungkapkan bahwa proses perpanjangan SIM sangat menyulitkan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh prosedur yang memakan waktu dan biaya yang relatif tinggi.
Ia mencontohkan satu kasus yang dialaminya, di mana seorang warga di salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) harus melakukan perjalanan jauh ke Kupang untuk memperpanjang SIM-nya karena mesin cetak SIM di daerahnya mengalami kerusakan.
“Di daerah saya di NTT, yang merupakan provinsi kepulauan, untuk memperpanjang SIM saja harus ke Kupang. Di kabupaten sudah ada layanan SIM tertentu, tetapi ketika mesin rusak, SIM tidak bisa diperpanjang,” kata Benny, seperti dikutip dari YouTube.
“Akibat mesin yang rusak, mereka yang tidak bisa memperpanjang SIM tetap terpaksa mengendarai kendaraan dan kemudian ditangkap dengan alasan SIM sudah kadaluarsa,” tambahnya.
Menanggapi masalah ini, Benny mengusulkan dua poin yang harus dikaji oleh Korlantas Polri. Pertama, menghapus kewajiban perpanjangan SIM mulai tahun depan, dan kedua, menerapkan audit terhadap proses perpanjangan SIM, termasuk pihak yang bertanggung jawab dalam pencetakan kartu SIM.
“Saya sekali lagi mengusulkan agar dua hal ini dimasukkan dalam kesimpulan rapat. Pertama, hapus perpanjangan SIM dan STNK mulai tahun anggaran 2025. Kesimpulan kedua adalah audit. Panggil pengusaha yang mencetak SIM untuk meminta keterangan,” jelasnya.
Usulan SIM Seumur Hidup
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, juga mengusulkan agar penerapan SIM, STNK, dan TNKB bersifat seumur hidup, mirip dengan kebijakan yang diterapkan pada KTP.
“Saya pernah mengusulkan agar perpanjangan SIM, STNK, dan TNKB ini cukup dilakukan sekali seumur hidup. Seperti KTP, agar tidak membebani masyarakat,” ujar Sarifuddin, dikutip dari YouTube CNN Indonesia.
“Karena ini hanya untuk kepentingan vendor. Ini hanya selembar SIM, ukurannya kecil, STNK juga tidak besar, tetapi biayanya sangat tinggi, dan itu menjadi beban bagi masyarakat,” lanjutnya.
Sarifuddin juga berpendapat bahwa jika terjadi pelanggaran berkendara, SIM hanya perlu dilubangi sebagai tanda. Setelah mencapai batas tertentu, kepemilikan SIM bisa dicabut.
“Jika ada pelanggaran, cukup dilubangi. Tiga kali dilubangi sudah cukup. Tidak perlu lagi menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan SIM baru,” tambahnya.
Sarifuddin meminta Korlantas untuk mempertimbangkan masalah ini dan melakukan evaluasi.
“Jadi, mari kita hilangkan perpanjangan ini, supaya dapat meringankan beban masyarakat yang saat ini sedang dalam kesulitan,” tutupnya.
[Gambas:Video CNN]
(rac/mik)
[Gambas:Video CNN]